Minggu, 01 Desember 2013

Leptospirosis

Masyarakat pemerhati leptospirosis (International Leptospirosis Society/ILS) menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan insiden Leptospirosis yang tinggi. Diperkirakan Leptospirosis sudah ada di 33 provinsi karena berkaitan dengan keberadaan tikus (Rodent) sebagai reservoir utama disamping binatang penular lain seperti anjing, kucing, sapi dll, serta lingkungan sebagai faktor resiko.

Laporan insiden Leptospirosis sangat dipengaruhi oleh tersedianya perangkat laboratorium diagnostik, indeks kecurigaan klinik dan insiden penyakit itu sendiri.

Penularan pada manusia terjadi melalui paparan pekerjaan, rekreasi atau hobi dan bencana alam. Kontak langsung manusia dengan hewan terinfeksi diareal pertanian, peternakan, tempat pemotongan hewan, petugas laboratorium yang menangani tikus, pengawasan hewan pengerat. Sedangkan kontak tidak langsung penting bagi pekerja pembersih selokan, buruh tambang, prajurit, pembersih septik tank, peternakan ikan, pengawas binatang buruan, pekerja kanal, petani kebun, danpemotongan gula tebu.

Defenisi Kasus

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis akut oleh bakteri Leptospirosis dengan spektrum penyakit yang luas dan dapat menyebabkan kematian (WHO,2009). Ada 3 kriteria yang ditetapkan dalam mendefenisikan kasus leptospirosis

Kasus suspek

1.         Demam akut (38,50C) dengan atau tanpa sakit kepala hebat, disertai :

·      Mialgia (pegal-pegal)

·      Malaise (lemah)

·      Conjungtival suffusion

2.         Ada riwayat kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi bakteri Leptospira dalam 2 minggu sebelumnnya :

·      Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman Leptospirosis/urine tikus saat banjir

·      Kontak dengan sungai, danau, dalam aktivitas mencuci, mandi berkaitan dengan pekerjaan seperti tukang perahu, rakit bambu dll

·      Kontak dipersawahan atau perkebunan berkaitan dengan pekerjaan sebagai petani / pekerja perkebunan yang tidak mengguanakan alas kaki

·      Kontak erat dengan binatang lain seperti anjing, kucing, sapi yang dinyatakan secara laboratorium terinfeksi Leptospirosis

·      Terpapar seperti menyentuh hewan mati, kontak dengan cairan infeksius saat hewan berkemih, menyentuh bahan lain seperti plasenta, cairan amnion, menangani ternak seperti memerah susu, menolong hewan melahirkan dll

·      Memgang atau menangani spesimen hewan / manusia yang diduga terinfeksi Leptospirosis dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya

·      Kontak dengan sumber infeksi yang berkaitan dengan pekerjaan seperti :dokter hewan, dokter, perawat, pekerja potong hewan, petani, pekerja perkebunan, petugas kebersihan dirumah sakit, pembersih selokan, pekerja tambang, pekerja tambak udang/ikan air tawar, tentara, pemburu.

·      Kontak dengan sumber infeksi yang berkaitan dengan hobi dan olahraga seperti :pendaki gunung, memancing, berenang, arum jeram, trilomba juang (trithlon) dll

Kasus probable

1.         Unit pelayanan kesehatan dasar

Kasus suspek disertai mminimal dua dari gejala :

·      Nyeri betis (calftenderness)

·      Batuk dengan atau tanpa darah

·      Ikterus

·      Manifestasi perdarahan (ptekie, mimisan, gusi berdarah, melena, hematoschezia)

·      Iritasi meningeal

·      Anuria/oliguria atau proteinuria

·      Sesak napas

·      Aritmia jantung

·      Ruam kulit

Penderita segera dirujuk ke rumah sakit

2.         Unit pelayanan kesehatan rujukan II dan III

Kasus suspek disertai dengan IgM positif berdasarkan tes diagnostik cepat Rapid Test Diagnostik (RDT), dengan atau tanpa minimal 3 kriteria laboratorium berikut :

·      Pemeriksaan urine : proteinuria, piluria, hematuria

·      Relatif neutrofilia (>80%) dengan limfopenia

·      Trombosit <100.000 sel/mm

·      Bilirubin > 2 mg% ; gangguan fusngsi hati (SGPT, amilase, lipase serum, CPK)

Dengan atau tanpa pemeriksaan serulogi (MAT dengan titer 100/200 (80/160) pada pemeriksaan satu sampel.

Kasus konfirmasi

Kasus atau suspek probable disertai salah satu dari berikut ini

·         Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik

·         PCR positif

·         Sero konversi MAT dari negatif menjadi positif atau adanya kenaikan titer 4x dari pemeriksaan awal

·         Titer MAT 320 (400) atau lebih pada pemeriksaan satu sampel.

 

Apabila tidak tersedia fasilitas laboratorium : hasil positif menggunakan dua tes diagnostik cepat (RDT) yang berbeda dapat dianggap sebagai kasus konfirm.

Gambaran Klinis

Leptospirosis dibagi menjadi 2 berdasarkan diagnosa klinik dan penanganannya :

a.    Leptospirosis anikterik : kasusnya mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis yang dilaporkan. Biasanya penderita tidak berobat kerena gejala yang timbul bias sangat ringan dan sebagaian penderita sembuh sendirinya.

b.    Leptospirosis ikterik ; menyebabkan kematian 30-50% dari seluruh kematian yang dilaporkan karena leptospirosis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit leptospirosis terbagi menjadi 3 fase, yaitu :

a.    Fase leptospiremia (3-7 hari), terjadi demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjungtival suffusion

b.    Fase immune (3-30 hari), terjadi demam ringan, nyeri kepala, muntah, meningitis aseptik.

c.     Fase konvalesen (15-30 hari) terjadi perbaikan kondisi fisik berupa pulihnya kesadaran , menghilangnya ikterus, tekanan darah normal, produksi urine mulai normal.

Pada penderita Leptospirosis dapat menimbulkan kompikasi :

a.    Pada ginjal : terjadi akut renal failure, melalui mekanisme invasi leptospiral menyebabkan kerusakan tubulus dan glomelurus. Kemudian terjadi reaksi imunologi yang sangat cepat yang pada akhirny a menyebabkan terjadinya reaksi non spesifik terhadap infeksi (iskhemia ginjal).

b.    Pada mata : terjadinya infeksi konjungtiva

c.     Pada hati : terjadinya jondice (kekuningan) setalah hari keempat dan keenam dengan adanya pembesaran hati (hepatomegali) dan konsistensinya lunak.

d.    Pada jantung : terjadi aritmia, dilatasi jantung dan gagal jantung.

e.    Pada paru : terjadinnya hemoragic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada dan cyanosis, ARDS (acute respiratory distress syndrome)

f.     Perdarahan (hematemesis, melena)

g.    Infeksi pada kehamilan : terjadi abortus dan kematian fetus (still birth)

h.    Komplikasi lain, meliputi kejadian cerebrovaskuler, rhabdomyolisis. Purpura trombotik trombositopenia, cholesystitis calculus acute, erythemanodosum, stenosis aorta sindroma kawasaki, arthritis reaktif, epididimitis, kelumpuhan saraf, hypogonadisme pria dan Gullain – barre Syndrome.

Etiologi

Leptospira yang sudah masuk kedalam tubuh dapat berkembang dan memperbanyak diri serta menyebar keorgan tubuh. Setelah dijumpai leptospira didalam darah (fase leptospiremia) akan menyebabkan terjadinya kerusakan endotel kapiler (vaskulitis).

Masa Inkubasi

Masa inkubasi dari penyakit leptospirosis adalah 4-19 hari dengan rata-rata 10 hari.

Sumber Dan Cara Penularan

Sumber penyakit leptospirosis adalah tikus atau rodent, babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung dan insektivora. Sedangkan rubah dapat menjadi karier dari leptospira, saat ini di Indonesia sumber penularan utama adalah tikus.

Manusia terinfeksi Leptospiral melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah dicemari oleh air seni hewan penderita Leptospirosis. Bakteri Leptospira masuk kedalam tbuh melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung dan kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari makan yang terkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi bakteri Leptospira.

Masuknya kuman ini secara kualitatif berkembang bersamaan dengan proses infeksi pada semua serovar. Namun masuknya kuman ini secara kuantitatif bergantung dari agent, host, dan lingkungan.

Kuman akan  tinggal di hati, limpha, ginjal selama beberapa hari, ini ditandai dengan perubahan patologis.

Pengobatan

Berdasararkan Expert Meeting Leptospirosis  di bandung bulan Juni 2011 cara pengobatan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

Kasus suspek (dapat ditangani di unit pelayanan dasar)

·           Pilihan : Doksisiklin 2 X 100mg selama 7 hari kecuali pada anak, ibu hamil, atau apabila ada kontra indikasi Doksisiklin.

·           Alternatif (bila tidak dapat diberikan Doksisiklin) : Amoksisilin 3 X 500mg/hari pada orang dewasa atau 10-20mg/KgBBper 8 jam pada anak selam 7 hari

·           Bila alergi Amoksisilin dapat diberikan Makrolid

Kasus probeble

·           Ceftriakson  1-2 gr IV selama 7 hari

·           Penisilin Prokain 1,5 Juta unit IM per 6 jam selama 7 hari

·           Ampisilin 4 x 1gr IV perhari selama 7 hari.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar