Minggu, 01 Desember 2013

Leptospirosis

Masyarakat pemerhati leptospirosis (International Leptospirosis Society/ILS) menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan insiden Leptospirosis yang tinggi. Diperkirakan Leptospirosis sudah ada di 33 provinsi karena berkaitan dengan keberadaan tikus (Rodent) sebagai reservoir utama disamping binatang penular lain seperti anjing, kucing, sapi dll, serta lingkungan sebagai faktor resiko.

Laporan insiden Leptospirosis sangat dipengaruhi oleh tersedianya perangkat laboratorium diagnostik, indeks kecurigaan klinik dan insiden penyakit itu sendiri.

Penularan pada manusia terjadi melalui paparan pekerjaan, rekreasi atau hobi dan bencana alam. Kontak langsung manusia dengan hewan terinfeksi diareal pertanian, peternakan, tempat pemotongan hewan, petugas laboratorium yang menangani tikus, pengawasan hewan pengerat. Sedangkan kontak tidak langsung penting bagi pekerja pembersih selokan, buruh tambang, prajurit, pembersih septik tank, peternakan ikan, pengawas binatang buruan, pekerja kanal, petani kebun, danpemotongan gula tebu.

Defenisi Kasus

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis akut oleh bakteri Leptospirosis dengan spektrum penyakit yang luas dan dapat menyebabkan kematian (WHO,2009). Ada 3 kriteria yang ditetapkan dalam mendefenisikan kasus leptospirosis

Kasus suspek

1.         Demam akut (38,50C) dengan atau tanpa sakit kepala hebat, disertai :

·      Mialgia (pegal-pegal)

·      Malaise (lemah)

·      Conjungtival suffusion

2.         Ada riwayat kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi bakteri Leptospira dalam 2 minggu sebelumnnya :

·      Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman Leptospirosis/urine tikus saat banjir

·      Kontak dengan sungai, danau, dalam aktivitas mencuci, mandi berkaitan dengan pekerjaan seperti tukang perahu, rakit bambu dll

·      Kontak dipersawahan atau perkebunan berkaitan dengan pekerjaan sebagai petani / pekerja perkebunan yang tidak mengguanakan alas kaki

·      Kontak erat dengan binatang lain seperti anjing, kucing, sapi yang dinyatakan secara laboratorium terinfeksi Leptospirosis

·      Terpapar seperti menyentuh hewan mati, kontak dengan cairan infeksius saat hewan berkemih, menyentuh bahan lain seperti plasenta, cairan amnion, menangani ternak seperti memerah susu, menolong hewan melahirkan dll

·      Memgang atau menangani spesimen hewan / manusia yang diduga terinfeksi Leptospirosis dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya

·      Kontak dengan sumber infeksi yang berkaitan dengan pekerjaan seperti :dokter hewan, dokter, perawat, pekerja potong hewan, petani, pekerja perkebunan, petugas kebersihan dirumah sakit, pembersih selokan, pekerja tambang, pekerja tambak udang/ikan air tawar, tentara, pemburu.

·      Kontak dengan sumber infeksi yang berkaitan dengan hobi dan olahraga seperti :pendaki gunung, memancing, berenang, arum jeram, trilomba juang (trithlon) dll

Kasus probable

1.         Unit pelayanan kesehatan dasar

Kasus suspek disertai mminimal dua dari gejala :

·      Nyeri betis (calftenderness)

·      Batuk dengan atau tanpa darah

·      Ikterus

·      Manifestasi perdarahan (ptekie, mimisan, gusi berdarah, melena, hematoschezia)

·      Iritasi meningeal

·      Anuria/oliguria atau proteinuria

·      Sesak napas

·      Aritmia jantung

·      Ruam kulit

Penderita segera dirujuk ke rumah sakit

2.         Unit pelayanan kesehatan rujukan II dan III

Kasus suspek disertai dengan IgM positif berdasarkan tes diagnostik cepat Rapid Test Diagnostik (RDT), dengan atau tanpa minimal 3 kriteria laboratorium berikut :

·      Pemeriksaan urine : proteinuria, piluria, hematuria

·      Relatif neutrofilia (>80%) dengan limfopenia

·      Trombosit <100.000 sel/mm

·      Bilirubin > 2 mg% ; gangguan fusngsi hati (SGPT, amilase, lipase serum, CPK)

Dengan atau tanpa pemeriksaan serulogi (MAT dengan titer 100/200 (80/160) pada pemeriksaan satu sampel.

Kasus konfirmasi

Kasus atau suspek probable disertai salah satu dari berikut ini

·         Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik

·         PCR positif

·         Sero konversi MAT dari negatif menjadi positif atau adanya kenaikan titer 4x dari pemeriksaan awal

·         Titer MAT 320 (400) atau lebih pada pemeriksaan satu sampel.

 

Apabila tidak tersedia fasilitas laboratorium : hasil positif menggunakan dua tes diagnostik cepat (RDT) yang berbeda dapat dianggap sebagai kasus konfirm.

Gambaran Klinis

Leptospirosis dibagi menjadi 2 berdasarkan diagnosa klinik dan penanganannya :

a.    Leptospirosis anikterik : kasusnya mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis yang dilaporkan. Biasanya penderita tidak berobat kerena gejala yang timbul bias sangat ringan dan sebagaian penderita sembuh sendirinya.

b.    Leptospirosis ikterik ; menyebabkan kematian 30-50% dari seluruh kematian yang dilaporkan karena leptospirosis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit leptospirosis terbagi menjadi 3 fase, yaitu :

a.    Fase leptospiremia (3-7 hari), terjadi demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjungtival suffusion

b.    Fase immune (3-30 hari), terjadi demam ringan, nyeri kepala, muntah, meningitis aseptik.

c.     Fase konvalesen (15-30 hari) terjadi perbaikan kondisi fisik berupa pulihnya kesadaran , menghilangnya ikterus, tekanan darah normal, produksi urine mulai normal.

Pada penderita Leptospirosis dapat menimbulkan kompikasi :

a.    Pada ginjal : terjadi akut renal failure, melalui mekanisme invasi leptospiral menyebabkan kerusakan tubulus dan glomelurus. Kemudian terjadi reaksi imunologi yang sangat cepat yang pada akhirny a menyebabkan terjadinya reaksi non spesifik terhadap infeksi (iskhemia ginjal).

b.    Pada mata : terjadinya infeksi konjungtiva

c.     Pada hati : terjadinya jondice (kekuningan) setalah hari keempat dan keenam dengan adanya pembesaran hati (hepatomegali) dan konsistensinya lunak.

d.    Pada jantung : terjadi aritmia, dilatasi jantung dan gagal jantung.

e.    Pada paru : terjadinnya hemoragic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada dan cyanosis, ARDS (acute respiratory distress syndrome)

f.     Perdarahan (hematemesis, melena)

g.    Infeksi pada kehamilan : terjadi abortus dan kematian fetus (still birth)

h.    Komplikasi lain, meliputi kejadian cerebrovaskuler, rhabdomyolisis. Purpura trombotik trombositopenia, cholesystitis calculus acute, erythemanodosum, stenosis aorta sindroma kawasaki, arthritis reaktif, epididimitis, kelumpuhan saraf, hypogonadisme pria dan Gullain – barre Syndrome.

Etiologi

Leptospira yang sudah masuk kedalam tubuh dapat berkembang dan memperbanyak diri serta menyebar keorgan tubuh. Setelah dijumpai leptospira didalam darah (fase leptospiremia) akan menyebabkan terjadinya kerusakan endotel kapiler (vaskulitis).

Masa Inkubasi

Masa inkubasi dari penyakit leptospirosis adalah 4-19 hari dengan rata-rata 10 hari.

Sumber Dan Cara Penularan

Sumber penyakit leptospirosis adalah tikus atau rodent, babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung dan insektivora. Sedangkan rubah dapat menjadi karier dari leptospira, saat ini di Indonesia sumber penularan utama adalah tikus.

Manusia terinfeksi Leptospiral melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah dicemari oleh air seni hewan penderita Leptospirosis. Bakteri Leptospira masuk kedalam tbuh melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung dan kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari makan yang terkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi bakteri Leptospira.

Masuknya kuman ini secara kualitatif berkembang bersamaan dengan proses infeksi pada semua serovar. Namun masuknya kuman ini secara kuantitatif bergantung dari agent, host, dan lingkungan.

Kuman akan  tinggal di hati, limpha, ginjal selama beberapa hari, ini ditandai dengan perubahan patologis.

Pengobatan

Berdasararkan Expert Meeting Leptospirosis  di bandung bulan Juni 2011 cara pengobatan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

Kasus suspek (dapat ditangani di unit pelayanan dasar)

·           Pilihan : Doksisiklin 2 X 100mg selama 7 hari kecuali pada anak, ibu hamil, atau apabila ada kontra indikasi Doksisiklin.

·           Alternatif (bila tidak dapat diberikan Doksisiklin) : Amoksisilin 3 X 500mg/hari pada orang dewasa atau 10-20mg/KgBBper 8 jam pada anak selam 7 hari

·           Bila alergi Amoksisilin dapat diberikan Makrolid

Kasus probeble

·           Ceftriakson  1-2 gr IV selama 7 hari

·           Penisilin Prokain 1,5 Juta unit IM per 6 jam selama 7 hari

·           Ampisilin 4 x 1gr IV perhari selama 7 hari.

 

Jumat, 29 November 2013

PES (Sampar)

Penyakit PES merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia. Pes pada manusia yang pernah dikenal sebagai Black Death pada perang dunia II dan mengakibatkan kematian yang sangat tinggi.

Penyakit ini juga dikenal sebagai “sampar” yaitu penyakit yang sangat fatal dengan gejala bakteriamia, demam yang tinggi, shock, penurunan tekanan darah, nadi cepat dan tidak teratur, gangguan mental, kelemahan, kegelisahan dan koma (tidak sadar).

Gambaran Klinis

Gejala klinis pes dibagi dalam  fase, yaitu :

1.    Tipe Bubonik, ditandai dengan gejala demam, konstipasi, diare dan muntah dan gejala spesifik limphadenitis (pembesaran kelenjar getah bening didaerah ketiak dan lipat paha)

2.    Tipe Pulmonik ditandai dengan gejala malaise, sakit kepala, muntah, batuk dengan sputum yang produktif dan cair serta sesak napas.

3.    Stadium meningitis ditandai dengan gajala sakit kepala hebat, kaku kuduk, serta dapat berlanjut dengan kejang dan koma.

Etiologi

Berdasarkan oleh kuman/bakteri Yersinia Pestis (Pasteurellapestis). Sesuai dengan nama penyebabnya maka penyakit ini dekinal pula dengan nama Pasteurellosis atau yersiniosis. Selain itu juga dikenal dengan nama Plague.

Keman berbetuk batang, ukuran 1,5-2 x 0,5-0,7 mikron, bipolar, nonmotil on sporing, pengecatan bersifat gram negatif, pada suhu 280C merupakan suhu optimum tetapi kapsul berbentuk tidak sempurna. Pada suhu 370C merupakan suhu yang terbaik bagi pertumbuhan bakteri ini.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi dari penyakit pes tipe Bubo adalah 2-6 hari, sedang masa inkubasi untuk tipe paru-paru adalah 2-4 hari.

Sumber Dan Cara Penularan

Sumber penyakit pes adalah hewan-hewan rodent (tikus, kelinci). Kucing dapat pula sebagai sumber penularan kepada manusia. Di Amerika kecuali tikus, tupai juga merupakan sumber penularan yang penting.

Ditularkan dari tikus kemanusia, melalui gigitan pinjal yang merupakan vektor dari penyakit ini. Jenis pinja yang dikenal sebagai penyakit pes adalah : Xenopsylla cheposis, Culex iiritans, Neopsylla sandaica, Stivalius cognatus.

Pengobatan

Diberikan Streptomycine dengan dosis 3 gr/hari (IM) selama 2 hari berturut-turut, kemudian dosis dikurangi menjadi 2 gr/hari selama 5 hari berturut-turut. Setelah demam hilang dilanjutkan dengan pemberian :

1.    Tetracyclin 4-6 gr/hari selama 2 hari berturut-turut, kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gr/hari selama 5 hari berturut-turut atau,

2.    Chloramphenicol 6-8 gr/hari selama 2 hari berturut-turut, kemudian diturunkan menjadi 2 gr/hari  selama 5 hari berturut-turut.

Kamis, 28 November 2013

Penatalaksanaan Tindakan Pada Penderita Demam Berdarah Pada Anak

Anak yang dicurigai demam berdarah Dengue (DBD), harus segera dirujuk. Namun sebelum dirujuk harus ada tindakan yang dikerjakan diklinik.

Hal terpenting untuk tindakan prarujukan pada DBD adalah mencegah atau menangani syok.

tab 1

Jika saudara mampu memberi cairan infus dan saudara mempunyai larutan Ringer Laktat atau larutan lain yang dapat digunakan untuk penderita DBD, mulailah secepatnya memberi cairan infus diklinik dengan menggunakan rencana berikut ini. Pastikan untuk tetap memberi cairan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.

Pemberian Cairan pra Rujukan untuk DBD :

pemberian cairan pra rujukan DBD

Lakukan juga tindakan pra rujukan lainnya seperti memberi satu dosis parasetamol jika demam tinggi (38,50C).

 

Sumber : Modul 3 MTBS 2011

Antraks

Antraks adalah termasuk salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan oleh Bacillus antrhracis terutama pada hewan memamah biak (sapi dan kambing). Penyakit anthraks atau disebut juga radang lympha, Malinant Pustule, Malignant edema, Woolsorters disease, Rag pickers disease, Carbon. Kata anthraks dalam bahasa inggris berarti batubara, dalam bahasa perancis disebut Charmon, kedua kata tersebutdigunakan sebagai nama penyakit pada manusia yang ciri utamanya ditandai dengan luka yang rasanya pedih, ditengahnya berwarna hitam seperti batu bara (Christine 1983).

Penyakit ini berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang pada umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter hewan, pekerja pabrik ayng menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi oleh spora anthraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.

Gambaran Klinis

Gejala klinis anthraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu :

Anthraks kulit(Cutaneus Anthraks)

Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam,kering yang disebut Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional. Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%

Anthraks saluran pencernaan (gastrointestinal anthraks)

Masa inkubasi 2-5 hari. Penuaran melalui makan an yang tercemar kuman atau spora misal daging, jeroan dari hewan, sayur dan sebagainya, yang tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tangan yang kurang bersih yang tercemar kuman atau spora anthraks. Penyakit ini dapat berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari. Angka kematian tipe ini berkisar 25-75%.

Gejala anthraks pada saluran encernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang kadang-kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapat pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedema scrotum serta sering dijumpai perdaran gastrointestinal.

Anthraks paru-paru (Pulmonary Anthraks)

Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis anthraks paru-paru sesuai dengan tanda-tanda bronkhitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat berlebih, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat. Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.

Anthraks meningitis (Meningitis Anthraks)

Terjadi karena komplikasi bentuk anthaks yang lain, dimulai dengan adanya lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan kaku kuduk.

Etiologi

Bacillus anthracis keman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-suduttersusun berderet sehingga nampak seperti ruas bambu atau susunan bata, membentuk spora yang bersifat gram positif.

Basil bentuk vegetatif bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup untuk berkompetisi dengan organisme saprofit. Basil anthraks tidak tahan terhadap oksigen, oleh karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh ditempat terbuka, kuman menjadi tidak aktif lagi karena kemudian melindungi diri dalam bentuk spora.

Apabila hewan mati karena anthraks dan suhu badannya antara 28-300C,basil anthraks tidak akan dedapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara 5-100C pembusukan tidak terjadi, basil anthraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil anthraks dapat keluar dari bangkai hewan dan suhhu luar diatas 200C, kelembaban tinggi basil tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka basil anthraks akan membentuk spora secara perlahan-lahan.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi dari penyakit anthraks adalah 7 hari, pada umumnya  berkisar antara 2-5 hari.

Sumber Dan Cara Penularan

Sumber penyakit anhtraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia terifeksi anthraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora anthraks. Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu.

Pengobatan

Peniciline  masih merupakan antibiotika paling ampuh, dengan cara pemberian tergantung tipe dan gejala klinisnya, yaitu :

Anthraks kulit

·         Procain peniciline 2 X 1,2 juta IU secara IM selama 5-7 hari

·         Benzyl peniciline 250.000 IU, secara IM, setiap 6 jam, sebelumnya harus dilakukan skin test terlebih dahulu

·         Apabila hipersensitif terhadap peniciline dapat diganti dengan tetrasiklin , chloramphenicol atau eritromycine.

Anthraks saluran cerna dan paru

·         Peniciline G 18-24 juta IU perhari IVFD, ditambahkan dengan Streptomicine 1-2 gunutk tipe pulmonal dan tetrasikline 1 g perhari untuk tipe gastrointestinal.

·         Terapi suporatif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya plasma ekspander dan regimen vasopresor. Anthaks intestinal menggunakan Chloramophenicol 6 gram perhari selama 5 hari kemudian meneruskan 4 gram perhari semlalma 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram perhari untuk menghindari supresi pada sumsum tulang.

Rabu, 27 November 2013

SIMVASTATIN

DSC_0411Komposisi

Tiap tablet salut selaput mengandung :

Simvastatin...........................................10mg

Cara Kerja Obat

Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolipidemik) dan merupakan hasil sintesa dari hasil fermentasi Aspergillus Tarreus. Secara invivo simvastatin akan dihidrolisa menjadi metabolik aktif. Makanisme karja dari metabolik aktif tersebut adalah dengan cara menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengakatalisa perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah awal sintesa kolestrol.

Indikasi

·         Terapi dengan “lipid-aftering egents” dapat dipertimbangkan penggunaannya pada indivdu yang mengalami peningkatan resiko atherosklerosis vaskular yang disebabkan oleh hiperkolesterolemia.

·         Terapi dengan “lipid-aftering agents” merupakan penunjang pada diet ketat, bila respon terhadap diet dan pengobatan non farmkologi tunggal lainnya tidak memadai.

·         Penyakit jantung koroner

Pada penderita dengan penyakit jantung koroner dan hiperkolesterolemia, simvastatin diindikasikan untuk :

a.       Penggunaan resiko mortalitas total dengan mengurangi kematian akibat penyakit koroner

b.      Mengurangi resiko miokardial infarktion non fatal

c.       Mengurangi resiko pada pasien yang manjalani prosedur revaskularisasi miokardial.

·         Hiperkolesterolemia

Menrurunkan kadar kelesterol total dan LDL pada penderita hiperkolesterolemia primer (tipe IIa dan Iib).

Rekomendasi umum :

Sebelum memulai terapi dengan simvastatin, agar disengkirkan terlebih dahulu penyebab sekunder dari hiperkolesterolemia (seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol, hipotiroid, sindrom nefrotik, disproteinemia, penyakit hati obstruktif, terapi dengan obat lain, alkoholisme), dan lakukan pengukuran profil kolesterol total, kolesterol LDL dan trigiserida (TG).

Kontra Indikasi

·         Hipersensitifitas terhadap simvastatin atau komponen obat

·         Penyakit hati aktif atau peningkatan transaminase serum yang menetap yang tidak jels penyebabnya.

·         Wanita hamil dan menyusui

Dosis

Pasien harus melakukan diet pengurangan kelosterol sebelum dan selama pengobatan simvastatin.

·         Dosis awal yang dianjurkan 5-10mg sehari sebagai dosis tunggal pada malam hari. Dosis awal untuk pasien dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5mg sehari.pengaturan dosis dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu sampai maksimal 40mg sehari sebagai dosis tunggal pada pada malam hari. Lakukan pengukuran kadar lipid dengan interval tidak kurang dari 4 minggu dan dosis disesuaikan dengan respon penderita.

·         Pasien yang diobati dengan immunosepresan bersama HMG Co-A reduktase inhibitor, agar diberikan dosis simvastatin terendah yang dianjurkan.

·         Bila kadar kolesterol LDL turun dibawah 75mg/dl (1,94mmol/l) atau kadar total kolesterol plasma turun dibawah 140mg/dl (3,6mmol/l) maka perlu dipertimbangkan pengurangn dosis simvastatin.

·         Penderita gangguan fungsi ginjal : tidak diperlukan penyesuaian dosis, karena simvastatin tidak diekresikan melalui ginjal secara bermakna. Walaupun demikian, hati-hati pemberian pada insufisiensi ginjal parah, dosis awal 5mg sehari dan harus dipantau ketat.

·         Terapi bersama obat lain : simvastatin efektif diberikan dalam bentuk tunggal atau bersamaan dengan “bile-acid sequestrants”.

Efek Samping

·         Abdomial pain, konstipasi flatulens, astenia, sakit kepala, miopati, rabdomiolisis, pada kasus tertentu terjadi angioneurotic edema.

·         Efek sampaing lain yang pernah dilaporkan pada golongan obat ini adalah :

a.       Neuroogi : disfungsi saraf kranial tertentu, tremor, pusing vertigo, hilang ingatan, parastesia, neuropati perifer, kelumpuhan saraf periferal.

b.      Reaksi hipersensitif : anafilaksis, angioedema, trombositopenia, leucopennia, anemia hemolitik

c.       Gastointestinal : anoreksia, muntah

d.      Kulit : alopecia, pruritus

e.      Reproduksi : ginekomastia, kehilangan libido, disfungsi ereksi

f.        Mata : mempercepat katarak, ophtalmoplegia.

Peringatan Dan Perhatian

·         Selama terapi dengan simvastatin harus dilakukan pemeriksaan kolesterol secara periodik . pada pasien yang mengalami peningkatan kadar serum transeminase, perhatian khusus berupa pengukuran khusus kadar transeminase harus dilakukan jika terjadi peningkatan yang menetap (hingga 3 kali batas normal atas) pengobatan segera dihentikan.

·         Dianjurkan melakukan tes fungsi hati sebelum pengobatan dimulai, 6 dan 12 minggu setelah pengobatan pertama, dan berikutnya secara periodik (misalnya secara semianual)

·         Hati-hati penggunaan pada pasien alkoholism dan atau mempunyai riwayat penyakit hati

·         Pada penggunaan jangka panjang dianjurkan menggunakan tes laboratorium secara periodik tiap 3 bulan untuk mengetahui pengobatan selanjutnya.

·         Terapi dengan simvastatin harus dihentikan sementara atau tidak dilanjutkan dengan penderita dengan miopati akut dan parah atau pada penderita dengan resiko kegagalan ginjal skunder karena rabdomiolisis atau terjadinya kenaikan kreatinin phosphokinasse (CPK).

·         Penderita agar segera memberitahukan kepada dokter apabila terdapat nyeri otot yang tidak jelas dan otot terasa lemah

·         Simvastatin tidak efektif pada pasien dengan “homozygous familial hiperkolesterolemia”

·         Simvastatin tidak diindikasikan dimana hipertrigliseridemia merupakan kelainan utama (misalnya hiperlipidemia tipe I,IV, dan V)

·         Keamanan dan efektifitas pada anak-anak dan remaja belum pasti.

Interaksi Obat

·         Pemakaian bersama-sama dengan immunosupresan, itrakonazole, gemfibrozil, niasin dan eritromisin dapat menyebabkan peningkatan gangguan otot skelet(rabdomiolisis dan miopati)

·         Dengan antikoagulan kumarin dapat memperpanjang waktu protrombin.

·         Antipirin, propanolol, digoksin.

Rabu, 13 November 2013

BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

Pengertian

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan cara menutupi orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2002)

Etiologi

Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya heperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).

Namun ada beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya huperplasia prostat, yaitu :

·         Teori hormonal

·         Teori growth factor (faktor pertumbuhan)

·         Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnnya sel yang mati

·         Teori sel stem (stem cell hypotesis)

·         Patofis teori dehidrotestosteron (DHT).

Manifestasi klinis

Gambaran klinis pada hiperplasia prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi :

·         Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dankuat sehingga mengakibatkan pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memenjang dan akhirnya menjadi retensio urine dan inkontinen karena overflow.

·         Gejala iritasi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersensitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain :

Sering miksi (frekuesncy), miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria).

Sedangkan menurut Brunner Dan Sudarth (2002) menyebutkan bahwa : adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan , abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, dribbing (urine terus-menerus setelah berkemih), retensi urine akut.

Klasifikasi

Rectal gradding, dilakukan pada waktu urinaria kosong :

·         Grade 0                                : penonjolan prostat 0-1cm kedalam rektum.

·         Grade 1`                               : penonjolan prostat 1-2cm kedalam rektum.

·         Grade 2                                : penonjolan prostat 2-3cm kedalam rektum.

·         Grade 3                                : penonjolan prostat 3-4cm kedalam rektum.

·         Grade 4                                : penonjolan prostat 4-5cm kedalam rektum.

Clinical gradding dilakukan dengan menentukan jumlah sisa urine di dalam vesica :

·         Normal                 : tidak ada sisa

·         Grade I                 : sisa 0-50 cc

·         Grade II                : sisa 50-150 cc

·         Grade III              : sisa > 150 cc

·         Grade IV              : pasien sama sekali tidak bisa kencing

 

Pemeriksaan diagnostik

·         Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelaianan lain seperti seperti benjolan dalam rektum dan prostat.

·         Pemeriksaan fugsi ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih.

·         Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit BPH.

·         Catatan Harian Miksi (Voiding Diaries). Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik.

·         Uroflometri. Adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invsif.

·         Pemeriksaan residual urine. Adalah sisa urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal didalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini normal adalah 0,09-2,24 ml dengan rata-rata 0,35 ml.

·         Pencitraan traktus urinarius. Meliputi pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat.

·         Uretrosistoskopi. Pemerikasaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra, dan leher buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli.

·         Pemeriksaan uro dinamika. Dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor

 

Penatalaksaan medis

·         Terapi untuk BPH ringan dengan belum adanya keluhan atau gejala. Pasien tidak diberikan terapi apapun, hanya edukasi untuk mengerangi faktor resiko dan faktor predisposisi, seperti : tidak minum kopi atau alkohol, cola, minuman bersoda, coklat, makanan pedas dan asin, batasi fenilpropanolamin, tidak menahan BAK, selanjutnya dilakukan folow up tiap 3-6 bulan sekali dengan pemeriksaan uroflowmetri, dan PSA.

·         Terapi untuk BPH sedang, dengan fungsi ginjal masih normal dengan tidak ada kompikasi lainnya kecuali hipertensi ringan adalah medikomatosa dengan whatch full waiting. Medikomatosanya adalah α adrenoreseptor blocker yang menurunkan tonus otot polos prostat (Prozosin 2x sehari, terazosin atau afluzosin atau doxazosin 1x sehari), 5-α-reduktase inhibitor yang menurunkan DHT sehingga menghentikan hiperplasia dan mengurangi gejalanya (finasteride 5mg/hari selama 6 bulan), dan fitofarmaka yaitu : Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dsb. Terapi senis ini tidak boleh diberikan jika terjadi hipotensi postural atau orthostatik dan alergi betabloker.

·         Terapi untuk BPH berat adalah pembedahan yang dapat berupa open surgary, TURP, TUIP, Elektroevapusi, dan prosedur-prosedur minimal invasif.