Pengertian
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan cara menutupi orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2002)
Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya heperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Namun ada beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya huperplasia prostat, yaitu :
· Teori hormonal
· Teori growth factor (faktor pertumbuhan)
· Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnnya sel yang mati
· Teori sel stem (stem cell hypotesis)
· Patofis teori dehidrotestosteron (DHT).
Manifestasi klinis
Gambaran klinis pada hiperplasia prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi :
· Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dankuat sehingga mengakibatkan pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memenjang dan akhirnya menjadi retensio urine dan inkontinen karena overflow.
· Gejala iritasi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersensitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain :
Sering miksi (frekuesncy), miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria).
Sedangkan menurut Brunner Dan Sudarth (2002) menyebutkan bahwa : adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan , abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, dribbing (urine terus-menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Klasifikasi
Rectal gradding, dilakukan pada waktu urinaria kosong :
· Grade 0 : penonjolan prostat 0-1cm kedalam rektum.
· Grade 1` : penonjolan prostat 1-2cm kedalam rektum.
· Grade 2 : penonjolan prostat 2-3cm kedalam rektum.
· Grade 3 : penonjolan prostat 3-4cm kedalam rektum.
· Grade 4 : penonjolan prostat 4-5cm kedalam rektum.
Clinical gradding dilakukan dengan menentukan jumlah sisa urine di dalam vesica :
· Normal : tidak ada sisa
· Grade I : sisa 0-50 cc
· Grade II : sisa 50-150 cc
· Grade III : sisa > 150 cc
· Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing
Pemeriksaan diagnostik
· Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelaianan lain seperti seperti benjolan dalam rektum dan prostat.
· Pemeriksaan fugsi ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih.
· Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit BPH.
· Catatan Harian Miksi (Voiding Diaries). Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik.
· Uroflometri. Adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invsif.
· Pemeriksaan residual urine. Adalah sisa urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal didalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini normal adalah 0,09-2,24 ml dengan rata-rata 0,35 ml.
· Pencitraan traktus urinarius. Meliputi pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat.
· Uretrosistoskopi. Pemerikasaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra, dan leher buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli.
· Pemeriksaan uro dinamika. Dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor
Penatalaksaan medis
· Terapi untuk BPH ringan dengan belum adanya keluhan atau gejala. Pasien tidak diberikan terapi apapun, hanya edukasi untuk mengerangi faktor resiko dan faktor predisposisi, seperti : tidak minum kopi atau alkohol, cola, minuman bersoda, coklat, makanan pedas dan asin, batasi fenilpropanolamin, tidak menahan BAK, selanjutnya dilakukan folow up tiap 3-6 bulan sekali dengan pemeriksaan uroflowmetri, dan PSA.
· Terapi untuk BPH sedang, dengan fungsi ginjal masih normal dengan tidak ada kompikasi lainnya kecuali hipertensi ringan adalah medikomatosa dengan whatch full waiting. Medikomatosanya adalah α adrenoreseptor blocker yang menurunkan tonus otot polos prostat (Prozosin 2x sehari, terazosin atau afluzosin atau doxazosin 1x sehari), 5-α-reduktase inhibitor yang menurunkan DHT sehingga menghentikan hiperplasia dan mengurangi gejalanya (finasteride 5mg/hari selama 6 bulan), dan fitofarmaka yaitu : Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dsb. Terapi senis ini tidak boleh diberikan jika terjadi hipotensi postural atau orthostatik dan alergi betabloker.
· Terapi untuk BPH berat adalah pembedahan yang dapat berupa open surgary, TURP, TUIP, Elektroevapusi, dan prosedur-prosedur minimal invasif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar